Selasa, 22 Januari 2013

Martabat Tujuh

Pertama kali dikemukakan oleh Ibn. Fadhilah mengenai Martabat tujuh, dia adalah seorang sufi dari India. Ajaran ini dipengaruhi oleh Ibn ‘Arabi yang diadopsi oleh para sufi di tanah Jawa. Salah satunya adalah Raden Ngabehi Ranggawarsito. Menurut ajaran Martabat Tujuh, Tuhan menampakkan Diri dalam tujuh tingkatan atau Martabat :

1. Martabat Ahadiyat.
Ini adalah Martabat Tertinggi Ketuhanan. Tuhan digambarkan sebagai Dzat yang tidak bisa disebut dengan apa pun. Inilah Tuhan Sejati bagi manusia, tidak pandang bangsa dan agama. Dalam Islam sering disebut dengan keadaan Kunhi Dzat atau Dzat semata. Para sufi Jawa yang banyak dipengaruh oleh filsafat Hindu menyebutkan dengan istilah Aku. Pada keadaan ini, tidak ada sesuatu selain Dzat Tuhan. Kosong hampa. Sunyi-senyap. Tidak ada sifat, nama, atau perbuatan. Maka Ibn ‘Arabi pernah melontarkan gagasan kesatuan semua agama. Hal ini bisa diterima jika dipandang dalam keadaan ini, yakni keadaan Aku semata.(istilah lainnya sang sumber,Tan Kena Kinaya Ngapa)

2. Martabat Wahdat.
Inilah martabat Tuhan yang kedua yakni Martabat Wahdat. Dia sudah melakukan proses pencipaan pertama. Ciptaan pertama-Nya ini berupa Nur Muhammad atau Cahaya Muhammad. Ranggawarsita menyebutnya sebagai Syajaratul Yakin atau Pohon Keyakinan. Ibnu ‘Arabi menjabarkannya sebagai Asyajaratul Kaun atau Pohon Kejadian. Cahaya ini memiliki nama agar mudah dikenali. Orang-orang Islam menyebut-Nya dengan sebutan "Allah". Di berfirman : “Allah adalah Cahaya bagi langit dan bumi.” Nur Muhammad bukan Tuhan tapi juga bukan makhluk. Ia ada di tengah-tengah antara keduannya. Namun dalam Martabat Wahidiyat ini, Nur MUhammad lebih bersifat ketuhanan. Allah yang di sembah orang-orang hakikatnya adalah Tuhan yang sudah menurunkan Diri, bukan Tuhan Sejati. Tuhan Sejati itu adalah Dzat Mutlak atau Aku.(disinilah istilah TUHAN untuk seluruh agama)

3. Martabat Wahidiyat.
Penampakan atau tajalli Tuhan berikut ini adalah Martabat Wahidiyat. Pada martabat ini, Nur Muhammad yang bernama Allah dan bersifat ketuhanan menurunkan Diri menjadi Nur Muhammad yang bersifat kemakhlukan. Maka cahaya ini tidak lagi sebagai Tuhan, namun sebagai makhluk yang masih berupa satukesatuan cahaya. Disinilah terjadi proses pencitaan sebagaimana digambarkan oleh Ibn ‘Arabi dalam pohon kejadian yang tidak pernah putus mengalir. Benih tersebut berasal dari Cahaya Satu, dan Cahaya yang satu tersebut berasal dari Dzat-Nya.
Jadi, jelaslah, benih-benih kejadian berasal dari Cahaya Tuhan. Setiap penciptaan berasal dari-Nya. Setiap gerakan, tindakan, perkataan, pemikiran, angan-angan, semuannya bermula dari benih tersebut. Tidak ada satu gerakan pun dari makhluk yang lepas dari benih tersebut,sehigga Ranggawarsita menganggap semua makhluk sebagai anak-anak Tuhan karena berasal dari benih-Nya.

4. Alam Arwah.
Konsep atau skenario Tuhan tidak akan berwujud nyata jika tidak dimasukkan kedalam suatu wadah. Proses penampakan atau tajalli Tuhan berikutnya adalah menciptakan wahana bagi kehendak-kehendak-Nya tersebut. Dalam martabat ini, Tuhan menciptakan makhluk yang sangat halus yakni ruh. Ruh adalah sarana sebagai sumber kehidupan. Ruh itu berasal dari Diri Tuhan. Mula-mula, Ruh tersebut masih satu dan akhirnya terbagi-bagi menjadi banyak sekali. Bagian-bagian ruh tersebut siap untuk mengisi tiap-tiap bentuk yang akan diciptakan-Nya kemudian.

5. Alam Misal.
Keberadaan ruh sebagai sarana sumber kehidupan tidak akan berguna jika tidak ada suatu yang dia masuki. Tuhan menciptakan beberapa bentuk ciptaan melalui proses penurunan Diri. Dia mengambil Nur Muhammad sebagai bahan-Nya. Maka inilah makhluk sejati, bukan Tuhan, karena berasal dari Nur Muhammad yang bersifat kemakhlukan dan tidak berasal langsung dari Dzat Tuhan. Ciptaan dalam Alam Misal ini berupa makhluk-makhluk halus atau gaib namun nyata bentuknya seperti malaikat, jin, setan, jiwa, iblis, surga, neraka, dan sebagainya. Ruh-ruh datang dan memasuki setiap bentuk gaib tersebut hingga hiduplah mereka.

6. Alam Ajsam.
Bentuk-bentuk gaib pada Alam Misal di atas masih di rasa kurang sempurna. Maka Tuhan menurunkan Diri dalam penampakan terluar berupa benda-benda jasmani. Maka terlihatlah beragam materi dengan segala pernak-pernik didalamnya. Ini adalah hijap atau diding penghalang yang paling besar untuk melihat Tuhan karena dalam setiap materi tersebut dibungkus dengan syahwat. Kebanyakan manusia akan tertipu dan sulit untuk kembali ke asal-usul dirinya apabila terlena oleh penampakan fisik ini.

7. Alam Insan Kamil.
Pada akhirnya, Tuhan menurunkan Diri menjadi manusia sempurna sebagai gambaran Diri-Nya yang sempurna. Melalui manusia sempurna inilah Dia menikmati hasil ciptaan-Nya. Maka manusia dibekali akal dan hati sebagai sarana kehadiran Tuhan. Kelebihan utama manusia dibanding dengan makhluk lainnya adalah kemampuan untuk menampung kehadiran Tuhan hingga menjadi wakil (khalifah) bagi-Nya. Melalui manusia sempurna inilah harapan-Nya untuk mengenal dan dikenal akan terlaksana.
danalangkah indahnya jika disederhanakan menjadi sang sumber,Tuhan dan berevolusi menjadi manusia..

1 komentar:

Tinggalkanlah jejak anda saat anda sudah membaca artikel di blog ini, dengan berkomentar yg santun, sesuai dengan isi dari artikelnya.

Berkomentarlah menggunakan Name/URL atau akun Google anda, komentar yg menggunakan "Anonymous" akan saya hapus.

Maaf, untuk artikel spam/iklan/cuma membuang link hidup saja, maka komentar anda pasti akan saya hapus.

Terimakasih untuk kunjungan Anda di blog ini. :-)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...